Senin, 07 Juni 2010

EFEKTIFITAS KONSORSIUM MIKROBA TERHADAP PEMBUATAN KOMPOS BERBAHAN BAKU BLOTONG

EFEKTIFITAS KONSORSIUM MIKROBA TERHADAP PEMBUATAN KOMPOS BERBAHAN BAKU BLOTONG

Oleh
Dinda Leviolifia
2010

Pendahuluan

Limbah masih menjadi permasalahan serius di masyarakat, termasuk di lingkungan industri. Pabrik gula misalnya, dalam operasionalnya selalu mengeluarkan limbah yang berbentuk cairan, padatan, dan gas. Salah satu jenis limbah padat yang dihasilkan ialah blotong. Produk limbah ini dihasilkan sebesar 3,8 % dari keseluruhan proses pengolahan tebu atau sekitar 1,3 juta ton (Santoso, 2009). Selama ini, blotong hanya dibuang begitu saja di lahan terbuka tanpa ada penanganan khusus. Akibatnya, dihasilkan pandangan dan bau yang tidak sedap di sekitar lahan tersebut (Santoso, 2009).
Kuantitas limbah yang demikian besar memerlukan perhatian lebih intensif untuk segera ditindaklanjuti. Sekalipun lahan pembuangan yang dimaksud jauh dari pemukiman penduduk dan diperkirakan kurang mengundang reaksi masyarakat, limbah ini tetap akan menimbulkan masalah baru bagi pabrik yang menghasilkannya. Karena kebutuhan terhadap lahan akan terus meningkat seiring dengan penambahan jumlah blotong.
Blotong merupakan limbah padat produk stasiun pemurnian nira. Secara umum mempunyai komposisi humus yang cukup baik untuk dijadikan bahan pupuk organik. Percobaan pembuatan kompos blotong oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula di PTPN X Kediri menunjukkan bahwa rasio C/N yang dihasilkan dari kompos blotong mencapai nilai 10. Nilai rasio ini baik karena telah mendekati nilai rasio C/N tanah yang berkisar antara 8 hingga 15 atau rata-rata 10 sampai 12 (Hakim dkk., 1986). Selain itu, jenis limbah ini juga berpotensi memperbaiki fisik tanah, khususnya meningkatkan kapasitas menahan air, menurunkan laju pencucian hara dan memperbaiki drainase tanah, serta mampu meningkatkan ketersediaan P dalam tanah (Santoso dkk., 2003). Potensi-potensi tersebut seharusnya menjadi alasan kuat bagi pemanfaatan blotong sebagai bahan baku pupuk organik yang memiliki nilai lebih dari hanya sekedar limbah. Bukan hanya itu, keberadaan blotong dan potensinya juga dapat menjadi solusi alternatif bagi masalah kelangkaan pupuk.
Pembuatan kompos secara alami membutuhkan waktu lama (Isroi, 2008). Hal ini tentu akan merugikan apabila benar-benar dilakukan proses produksi. Namun dengan penambahan konsorsium mikroba, pengomposan berpotensi untuk dilakukan dalam waktu yang relatif lebih singkat dengan rasio C/N yang lebih rendah.
Menurut Rao (1986), Aspergillus sp., Trichoderma sp., Cellulomonas sp., Cytophaga sp., dan Bacillus sp. memiliki kemampuan dalam mendegradasi komponen-komponen penyusun lignoselulosa. Selain sebagai pendegradasi bahan organik, mikroba-mikroba tersebut juga memiliki peranan penting bagi tanah, tanaman, maupun dalam interaksi antar mikroorganisme. Bacillus sp., keberadaannya di tanah juga berperan dalam menghidrolisis urea menjadi sumber unsur N bagi tanaman (Salle, 1961) dan pelarut unsur P (Saraswati dan Sumarno, 2008). Urea ialah senyawa yang terkandung dalam urine hewan dan manusia yang akan diuraikan menjadi amonium karbonat dan seterusnya terurai menjadi amonia, karbon dioksida, dan air (Dwidjoseputro, 2005). Trichoderma sp. mampu menghambat jamur patogen bagi tanaman. Sedang Aspergillus sp. mampu menghasilkan nutrisi dan zat-zat stimulant yang mendukung suksesi mikroba lain yang ditambahkan untuk mendegradasi suatu substrat (Hanafiah, 2005).
Beragam mikroba tersebut diformulasikan menjadi suatu konsorsium dan diharapkan mampu bersinergi pada pengomposan blotong. Melalui proposal ini, diharapkan dapat dilakukan penelitian untuk mengetahui konsentrasi konsorsium mikroba dan waktu pengomposan yang efektif untuk menghasilkan pupuk kompos secara optimal dengan rasio C/N sesuai yang diharapkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah masa pengomposan berakhir, dilakukan uji rasio kadar C/N dan TPC (Total Plate Count) terhadap masing-masing substrat kompos. Uji terhadap rasio C/N dilakukan untuk mengetahui bagaimana aktivitas degradasi terjadi. Semakin kecil kadar C/N, atau bila rasio berada di antara kisaran 25-20, maka proses degradasi yang dilakukan oleh mikroba-mikroba yang ditambahkan terhadap substrat telah berjalan dengan baik. Sedangkan TPC dilakukan untuk mengetahui apakah mikroba-mikroba yang ditambahkan tetap tumbuh hingga akhir pengomposan serta bagaimana interaksi aktivitas antar mikroba terjadi.

Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Konsorsium terhadap Rasio C/N Pupuk Kompos Berbahan Baku Blotong

Menurut Isroi (2008), proses pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Penambahan mikroba-mikroba tersebut ke dalam substrat diatur dan dikontrol sedemikian rupa agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Pada penelitian ini juga dilakukan penambahan konsentrasi konsorsium mikroba yang dimaksudkan pula untuk mempercepat proses pengomposan. Hasil uji statistik dari kompos yang telah matang menggunakan annova univariate menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.007. Nilai signifikansi ini kurang dari α 0.05 yang berarti tolak H0, atau dapat diartikan bahwa perbedaan konsentrasi konsorsium berpengaruh nyata terhadap rasio kadar C/N kompos.

Tabel. Pengaruh Konsentrasi Konsorsium terhadap Rata-Rata

Rasio C/N
No. Konsentrasi Konsorsium Rata-rata Rasio C/N( x 10-4)
1. 0 440500
2. 2,5 411375
3. 5 346100
4. 7,5 399525
5. 10 572375

Berdasar tabel data di atas, pencapaian penurunan rasio C/N paling baik terjadi pada konsorsium mikroba dengan konsentrasi sebesar 5 %. Bila dibandingkan dengan kontrol, yakni kompos tanpa penambahan konsentrasi konsorsium (konsentrasi konsorsium 0%), yang memiliki nilai rata-rata rasio C/N sebesar 44,05, konsorsium dengan konsentrasi 5 % telah berhasil mendegradasi hingga mencapai rata-rat rasio C/N sebesar 34,6. Keberhasilan ini disusul dengan konsentrasi konsorsium 7,5 % yang menurunkan rasio kadar C/N hingga mencapai 39,95. Setelah itu diikuti oleh konsorsium mikroba dengan konsentrasi 2.5 % yang menghasilkan rata-rata rasio C/N sebesar 41,13.
Pada grafik diketahui terjadi penurunan rata-rata rasio C/N dari kontrol dengan konsentrasi konsorsium 0 %, 2,5 % hingga 5 %. Hal ini sesuai dengan pernyataaan Gupta dan Heale (1971) yang mengungkapkan jumlah mikroba yang tinggi menghasilkan banyak enzim selulase sehingga mampu merombak selulosa lebih besar. Sehingga dari ketiga konsentrasi konsorsium tersebut terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi maka penurunan rasio C/N yang dihasilkan semakin rendah.
Penurunan rasio C/N yang terjadi seiring dengan penambahan konsentrasi juga seharusnya terus terjadi pada konsentrasi konsorsium sebesar 7,5 % dan 10 %. Namun grafik justru kembali naik secara berturut-turut pada kedua konsentrasi konsorsium tersebut. Peristiwa ini dapat disebabkan oleh adanya negatif feed back. Gupta dan Heale (1971) juga mengungkapkan bahwa dari perombakan substrat akan dihasilkan selobiosa dan glukosa dalam jumlah banyak. Konsentrasi selobiosa dan glukosa yang tinggi dapat menghambat sintesis enzim selulase. Sehingga rasio C/N yang dihasilkan pada akhir pengomposan dari kedua konsentrasi konsorsium tersebut justru mengalami kenaikan dibandingkan dengan konsentrasi konsorsium yang lebih kecil. Selain itu, ketidakhomogenan pengadukan kompos dapat pula menyebabkan sampel yang diambil untuk dianalisa tidak cukup mewakili kompos secara menyeluruh.

Pengaruh Perbedaan Lama Waktu Pengomposan terhadap Rasio C/N dan TPC (Total Plate Count) Pupuk Kompos Berbahan Baku Blotong

Pada penelitian ini dilakukan uji terhadap empat lama waktu pengomposan yang berbeda, yakni 1, 2, 3 dan 4 minggu, untuk mengetahui berapa lama waktu pengomposan yang efektif dalam menurunkan rasio C/N dari substrat dengan penambahan konsorsium mikroba. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai signifikansi pengaruh waktu terhadap penurunan rasio C/N adalah mencapai 0.004. Nilai signifikansi ini kurang dari nilai α 0.05 yang berarti bahwa tolak H0, atau dapat diartikan pula bahwa perbedaan lama waktu pengomposan berpengaruh secara nyata terhadap nilai rasio C/N.


Tabel. Pengaruh Waktu Pengomposan terhadap Rata-Rata Rasio C/N
No. Waktu Pengomposan(Minggu) Rata-rata Rasio C/N (x 10-3)
1. 1 33536
2. 2 38278
3. 3 46602
4. 4 55174

Isroi (2008) mengungkapkan bahwa proses pengomposan secara alami dapat terjadi dalam waktu yang lama. Karena semakin lama waktu yang digunakan dalam proses pengomposan, maka proses degradasi yang terjadi terhadap substrat kompos akan semakin sempurna. Sehingga rasio C/N akan semakin mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya waktu. Pernyataan ini ternyata berbeda dengan data tabel di atas. Substrat dengan penambahan konsorsium mikroba menunjukkan penurunan rasio C/N terbaik pada lama waktu pengomposan tersingkat, yakni 1 minggu. Rasio C/N yang dicapai pada lama pengomposan tersebut adalah 33,5. Pada waktu pengomposan yang lebih lama, yakni 2, 3 dan 4 minggu, rasio C/N yang dihasilkan justru menunjukkan peningkatan seperti yang tampak pada grafik di bawah ini.


Grafik 2. Pengaruh Perbedaan Waktu Pengomposan terhadap Rasio C/N Kompos

Penurunan rasio C/N yang terjadi pada lama waktu pengomposan tersingkat dan nilai rasio yang semakin meningkat seiring dengan waktu pengomposan yang semakin lama pada substrat yang telah mengandung konsorsium mikroba dapat disebabkan oleh zat-zat sisa hasil metabolisme maupun hasil dari interaksi antar mikroba. Seperti pernyataan Gupta dan Heale (1971) yang mengungkapkan bahwa dari perombakan substrat akan dihasilkan selobiosa dan glukosa dalam jumlah banyak yang menghambat proses degradasi sehingga berdampak pada peningkatan rasio C/N. Demikian pula dengan mikroba-mikroba penyusun konsorsium ini yang saling menghasilkan zat-zat sisa hasil metabolisme yang semakin banyak dan kemudian menghambat proses degradasi seiring dengan penambahan lama waktu pengomposan. Sehingga semakin lama waktu pengomposan justru mengakibatkan kenaikan rasio C/N.

Pengaruh Kombinasi Konsentrasi Konsorsium dan Lama Waktu Pengomposan terhadap Rasio C/N dan TPC (Total Plate Count)

Konsentrasi konsorsium dan lama waktu pengomposan merupakan dua hal yang masing-masing terbukti memberikan pengaruh terhadap penurunan rasio C/N. Kombinasi keduanya kemudian perlu diuji untuk mengetahui pada konsentrasi konsorsium dan berapa lama waktu pengomposan yang dibutuhkan untuk menghasilkan rasio C/N terendah. Data yang diperoleh tidak dapat diuji dengan menggunakan annova faktorial karena data merupakan data tunggal tanpa pengulangan. Namun dari grafik di bawah ini dapat diketahui bahwa kombinasi konsentrasi konsorsium mikroba sebesar 2,5 % dan lama waktu pengomposan 1 minggu mampu menghasilkan penurunan rasio C/N paling baik, yakni mencapai 25,48. Waktu pengomposan 1 minggu dengan konsentrasi 7,5 % dan 5 % secara berturut-turut menghasilkan rasio C/N yang baik pula, yakni sebesar 25,69 dan 26,39.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Perbedaan konsentrasi konsorsium mikroba berpengaruh nyata terhadap terhadap penurunan kadar rasio C/N. Rata-rata rasio C/N terendah adalah pada konsentrasi konsorsium 5 % sebesar 34,6.
2. Perbedaan lama waktu pengomposan berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar rasio C/N. Rata-rata rasio C/N terendah adalah pada 1 minggu pengomposan sebesar 33,5.
3. Pemberian kombinasi konsentrasi konsorsium dan lama waktu pengomposan berpengaruh nyata terhadap rasio C/N kompos. Kombinasi konsentrasi konsorsium 5 % dengan waktu pengomposan selama 1 minggu menunjukkan penurunan rasio kadar C/N terendah, yakni sebesar 26,39.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar